Informasi Tentang NJOP PBB-P2

25 Juli 2018
[caption id="attachment_379103" align="aligncenter" width="1122"] Pembangunan Kota Jakarta Berkembang Pesat [/caption] Bumi dan Bangunan memberikan keuntungan dan atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang memperoleh manfaat dari padanya, oleh karena itu wajar apabila mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang diperolehnya kepada daerah melalui kontribusi pajak. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) adalah pajak atas bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) merupakan Pajak Daerah yang berpotensi untuk menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka untuk melakukan optimalisasi penerimaan tersebut dibuatlah dasar pengenaan PBB-P2 melalui penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) lahan yang ditetapkan setiap tahun. Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP sendiri adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli lahan yang terjadi secara wajar. Apabila tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti disekitarnya. Untuk menetapkan NJOP yang merupakan dasar untuk menetapkan PBB-P2 dilakukan dengan menyesuaikan dan memutakhirkan Nilai Indek Rata-rata (NIR)/Zona Nilai Tanah dalam suatu Zona Nilai Tanah (ZNT) di setiap kelurahan yang dilakukan dengan cara menganalisis informasi dan data yang didapat melalui harga jual properti yaitu transaksi jual-beli dan penawaran properti yang berasal dari PPAT, notaris, kelurahan, agen properti, internet, majalah, brosur, Pameran Perumahan serta transaksi BPHTB yang ada. Penyesuaian NJOP perlu dilakukan menyesuaikan harga pasar mengingat NJOP tidak saja digunakan sebagai dasar pengenaan Pajak PBB-P2 dan BPHTB saja namun juga dimanfaatkan oleh instansi pemerintah maupun swasta diantaranya sebagai:
  1. Perhitungan Aset dan Harta
  2. Acuan Jual beli bagi masyarakat
  3. Acuan pengajuan kredit ke Perbankan
  4. Patokan Harga Ganti Rugi
  5. Perhitungan LHKPN bagi para Pejabat Publik
  6. Dan kepentingan lain yang memerlukan harga property.
Penyesuaian NJOP tidak dapat dihindari karena dipengaruhi oleh proyeksi investasi tanah sebagai dampak perubahan fisik lingkungan lahan dan pembangunan infrastruktur serta nilai tanah dimasa depan. Kenaikan NJOP juga disebabkan perluasan lahan yang sebelumnya di zona dalam menjadi zona luar. Ada lahan yang dilewati jalan tol atau proyek sehingga dari segi nilainya ada pertambahan secara signifikan. Kenaikan NJOP merupakan upaya penyesuaian yang belum dilakukan ditahun-tahun sebelumnya. Penyesuaian NJOP dilakukan agar ada keseimbangan yang baik dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Di beberapa lokasi pada tahun-tahun sebelumnya ada yang belum disesuaikan sehingga perlu dilakukan penyesuaian dan dipastikan ada keseimbangan baik dari satu lokasi ke lokasi yang lain walaupun berbatasan sehingga tidak menimbulkan ketimpangan NJOP. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, telah dilakukan penyesuaian nilai bumi setiap tahun untuk mencukupi target PBB-P2 yang telah ditetapkan APBD. Prosentase kenaikan tertinggi adalah pada tahun 2014 dimana hampir di semua wilayah mengalami perubahan NJOP yang tidak hanya untuk penetapan PBB-P2 tetapi diharapkan juga dapat meningkatkan potensi penerimaan BPHTB. Apabila penetapan NJOP jauh dibawah harga pasar dimungkinkan terjadi kehilangan potensi BPHTB. Kenaikan NJOP PBB-P2 Dalam menentukan besaran NJOP Bumi, BPRD atau Badan Pajak dan Retribusi Daerah menggunakan metode perbandingan harga pasar sesuai dengan kaidah penilaian properti. Sebelum melakukan penilaian dilakukan survey harga transaksi jual beli dari notaris, penawaran internet dan informasi harga jual lainnya yang dilaksanakan oleh seluruh unit UPPRD yang ada di DKI. Data-data tersebut lalu dianalisis nilai rata-ratanya lalu ditetapkan sebagai NJOP, sehingga kenaikan NJOP tidak sama untuk semua lokasi dan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
  1. Lokasi objek
  2. Peruntukan lahan
  3. Aksesibilitas
  4. Kondisi lingkungan.
  5. Penyesuaian tersebut dimungkinkan karena:
    1. Adanya perubahan fisik lingkungan lahan yang sebelumnya kampung/ pekarangan menjadi cluster perumahan atau pengembangan perumahan menengah atas (developer/real estate) seperti banyak terjadi di wilayah pinggiran.
    2. Hasil Kaji Ulang Penilaian Jalan Tol, dimana sebelumnya dinilai berdasarkan NJOP bumi di sisi luar Tol, namun sekarang dilakukan penilaian berdasarkan NJOP di sekitar Gerbang Tol, dengan pertimbangan keseimbangan antar ruas tol dan lebih mencerminkan nilai wajar dari Jalan Tol.
    3. Untuk menyeimbangkan penetapan NJOP dengan objek pajak yang ada di sekitarnya atau berbatasan jalan antar wilayah. Beberapa tahun sebelumnya penyesuaian NJOP lebih difokuskan di wilayah pusat dan jalan-jalan protokol dengan nilai NJOP yang cukup tinggi, sehingga saat ini gap-nya semakin tinggi di wilayah pinggiran. Keseimbangan penetapan NJOP perlu dilakukan agar tidak terjadi perbedaan dengan wilayah lain.
    4. Peningkatkan harga properti yang cukup tinggi terutama di wilayah yang terkena proyek pembangunan dan pengembangan lingkungan.
      Penyesuaian NJOP tentunya akan berdampak pada kenaikan PBB-P2 yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, selain dipengaruhi oleh luasnya yaitu luas bumi, luas bangunan ditambah nilai bangunan dan tarif pajak dengan adanya 4 tarif pajak yang berbeda, yaitu:
    1. Tarif 0.01% untuk NJOP dibawah nilai Rp. 200 Juta
    2. Tarif 0.1% untuk NJOP Rp.200 Juta s/d Rp. 2 Miliar
    3. Tarif 0.2% untuk NJOP Rp.2 Miliar s/d 10 Miliar
    4. Tarif 0.3% untuk NJOP Rp. 10 Miliar atau lebih
    Mengingat penilaian dilakukan berdasarkan zona nilai tanah, maka kenaikan NJOP tidak dapat dihindari akan berdampak tidak hanya terhadap WP Badan tetapi juga WP Perorangan. Tidak semua zona naik NJOP-nya. Ada zona-zona yang tidak mengalami kenaikan Karena memang sudah sesuai dengan harga pasar dan tidak ada perkembangan wilayah. Namun ada juga yang mengalami kenaikan cukup tinggi karena adanya pembangunan infrastruktur seperti MRT, LRT, dan pengembangan wilayah dengan munculnya kawasan perumahan dan apartemen baru. Perubahan fungsi lahan yang dulunya tanah kampung menjadi kawasan cluster perumahan juga mengalami penguatan cukup tinggi dibandingkan sebelumnya. Insentif PBB-P2 Tahun 2018 sebanyak kurang lebih 1 juta objek diberikan pembebasan dari total sebanyak 2 juta objek terdaftar. Pembebasan ini diberikan kepada wajib pajak perorangan yang memiliki rumah atau rusun denga nilai s.d Rp. 1 M. Kontribusi terbesar masih dimiliki objek pajak yang dimiliki Badan atau perorangan dengan PBB di atas 10 juta, yaitu sebanyak 45 ribu Objek dengan kontribusi sebesar Rp. 7,2 T. Jadi memang penyesuaian ini akan sangat dirasakan oleh Wajib Pajak dengan ketetapan besar, dan tidak terlalu membebani golongan masyarakat yang tidak mampu. Untuk tahun 2018 atas WP Perorangan dengan NJOP kurang dari 1 miliar diberikan insentif perpajakan melalui dengan Peraturan Gubernur Nomor 25 Tahun 2018 yaitu tetap dibebaskan sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 259 Tahun 2015 sebelumnya tentang Pembebasan Pajak dan Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atas Rumah, Rumah Susun Sederhana Sewa dan Rumah Susun Sederhana Milik Dengan Nilai Jual Objek Pajak Sampai Dengan Rp. 1 Miliar. Untuk Objek Pajak yang sebelumnya dibebaskan namun dengan kenaikan NJOP menjadi dikenakan pajak (NJOP diatas 1 miliar) dapat diberikan kebijakan pengurangan apabila dimohon karena kenaikannya cukup besar. Termasuk objek pajak yang naik secara signifikan akibat perubahan tarif PBB. Sesuai ketentuan, bagi masyarakat atau wajib pajak yg merasa penetapan NJOP ditetapkan lebih tinggi dari nilai pasaran tanah ada dapat mengajukan keberatan. Jika dirasakan terlalu tinggi, maka akan dilakukan peninjauan ulang NJOP yang sudah ditetapkan. Wajib Pajak Pribadi yang tidak memiliki kemampuan secara ekonomi dapat mengajukan pengurangan. Demikian juga bagi Wajib Pajak Badan yang mengalami kesulitan keuangan atau kerugian secara pembukuan juga dapat mengajukan pengurangan. Tentu saja semua pengajuan haruslah dilengkapi bukti-bukti yang mendukung. Selain itu, bagi Wajib Pajak yang mengalami kesulitan secara likuiditas juga dapat mengajukan pembayaran secara mengangsur atau mencicil. Bahkan untuk tahun 2018 dalam rangka Ulang Tahun Jakarta dan Republik Indonesia maka semua denda tunggakan pajak PBB-P2 dihapus dari tanggal 27 Juni hingga 31 Agustus 2018 dan hanya membayar pokok pajak PBB-P2 saja. Semua Pengajuan tersebut dapat dilayani di seluruh kantor Unit UPPRD di setiap kecamatan. Pajak yang dibayarkan Warga Jakarta seluruhnya akan digunakan Pemprov DKI untuk pembangunan dan menjalankan program-program pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali pada masyarakat Jakarta. (Humas BPRD)  
    TAGS: