Halo Sobat Pajak! Dengan diundangkannya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada tanggal 5 Januari 2024, salah satu isinya adalah mengamanatkan pemberian insentif fiskal dalam bentuk pengecualian pengenaan BPHTB, dimana salah satunya pengecualian pengenaan BPHTB untuk perolehan hak untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Insentif fiskal ini menjadi bagian dari upaya mendukung Program 3 Juta Rumah yang dicanangkan pemerintah.
Sebagai tindak lanjut dan implementasi dari Perda No 1 Tahun 2024, Gubernur DKI Jakarta menetapkan Keputusan Gubernur Nomor 808 Tahun 2024 yang mengatur tentang Kriteria Pengecualian Objek BPHTB bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk wilayah DKI Jakarta. Tujuan dari Kebijakan ini untuk mendukung program-program pemerintah dalam penyediaan rumah layak huni bagi warga DKI Jakarta yang kurang mampu.
Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 808 Tahun 2024, terdapat kriteria yang harus dipenuhi oleh masyarakat untuk dapat menikmati pengecualian BPHTB. Kriteria tersebut meliputi:
Kepemilikan Rumah Pertama
Pengecualian BPHTB diberikan terhadap perolehan atas rumah pertama. Rumah pertama ini adalah rumah yang digunakan sebagai tempat tinggal tetap baik berupa rumah tapak/umum dan satuan rumah susun. Dengan demikian, pengecualian BPHTB ini benar-benar ditujukan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan tempat tinggal, bukan untuk mereka yang memperoleh rumah kedua atau seterusnya.
Luas Bangunan Maksimal 36 Meter Persegi
Sesuai dengan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M/2002 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat, salah satu rumah sederhana yang sehat adalah luasan rumah per orangnya dihitung 9 m² dengan ketinggian rata-rata langit adalah 2,8 meter. Jika diasumsikan satu keluarga terdiri dari 4 orang maka luasan minimum yang dibutuhkan adalah 36 m².
Nilai Perolehan Maksimal Rp 650.000.000
Batasan harga juga menjadi kriteria yang tak kalah penting dalam pengecualian BPHTB. Rumah yang diperoleh masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan pengecualian BPHTB tidak boleh melebihi Rp 650.000.000. Harga ini tentunya mempertimbangkan daya beli masyarakat yang bersangkutan, serta upaya pemerintah untuk menyediakan rumah terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang membutuhkan.
Rekomendasi Instansi Terkait
Pengecualian BPHTB ini diberikan terhadap objek rumah yang diperoleh melalui program pemerintah pusat atau pemerintah daerah berupa kebijakan pemberian kemudahan pembangunan dan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, karenanya dibutuhkan adanya rekomendasi dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Provinsi DKI Jakarta.
Pelaporan Perolehan Hak melalui Kanal Pajak Online
Untuk memanfaatkan pengecualian BPHTB ini, masyarakat berpenghasilan rendah yang menjadi penerima manfaat harus melaporkan perolehan hak atas tanah dan bangunan mereka kepada Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta. Pelaporan ini dilakukan melalui kanal pajak online yang telah disediakan. Pelaporan online ini mempermudah masyarakat dalam memenuhi kewajiban administratif guna pendaftaran di kantor pertanahan wilayah yang berwenang.
Keputusan Gubernur DKI Jakarta tentang Kriteria Pengecualian Objek BPHTB bagi masyarakat berpenghasilan rendah merupakan langkah strategis dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial dan meningkatkan akses masyarakat terhadap perumahan yang layak. Dengan syarat yang jelas dan proses pelaporan yang transparan melalui kanal pajak online, diharapkan kebijakan ini dapat berjalan efektif dan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat yang membutuhkan.
Sebagai masyarakat, kita juga memiliki tanggung jawab untuk memanfaatkan kebijakan ini dengan sebaik-baiknya, serta mengikuti prosedur pelaporan yang telah ditetapkan agar proses administrasi berjalan lancar dan tepat waktu. Dengan adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat, kita berharap dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik, lebih adil, dan lebih sejahtera bagi semua lapisan masyarakat, terutama bagi mereka yang paling membutuhkan.
Semoga kebijakan ini dapat menjadi langkah awal yang baik dalam menciptakan perumahan yang lebih terjangkau dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat DKI Jakarta.