• Beranda
  • Berita
  • Serba-Serbi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Serba-Serbi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

02 Maret 2022

Halo sobat pajak, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) merupakan salah satu jenis pajak yang paling umum dan paling sering terdegar oleh msyarakat, terutama bagi orang yang memiliki bisnis ataupun usaha, dengan mendirikan bangunan di atas tanah pasti sudah tidak asing dengan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Bangunan yang didirikan seperti ruko, kios, kantor, rumah kontrakan, hotel, dan lainnya, pasti bersinggungan dengan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan atau yang disingkat PBB-P2. Pajak ini diatur oleh Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Untuk lebih lanjut, kita bisa mengetahui tentang Pajak Bumi dan Bangunan pada penjelasan berikut:

kewajiban Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang merupakan pungutan pajak pajak atas kepemilikan, penguasaan, dan pemanfaatan Bumi atau Bangunan. Jika dilihat dari sifatnya, Pajak Bumi dan Bangunan ini merupakan pajak yang bersifat kebendaan. Hal ini berarti, besaran pajak terutang akan ditentukan dari keadaan objek pajaknya.

Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan Bangunan yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terbagi menjadi 2 macam yaitu:

1. Objek Pajak yang dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan meliputi:

  • Jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik dan emplasmennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut
  • jalan tol
  • kolam renang
  • pagar mewah
  • tempat olahraga
  • galangan kapal dan darmaga
  • taman mewah
  • tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, dan pipa minyak
  • menara
  • rumah susun
  • apartemen strata title.

2. Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan meliputi:

  • digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintah
  • digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
  • digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis
  • merupakan cagar budaya yang tidak dimanfaatkan sebagai tempat hunian/tempat tinggal, dan kegiatan usaha atau sejenisnya,tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
  • merupakan Ruang Terbuka Hijau (Kawasan hijau lindung dan hijau binaan), hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak
  • digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik, dan
  • digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Yang menjadi Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai hak atas Bumi dan memperoleh manfaat atas Bumi, atau memiliki, menguasai atau memperoleh manfaat atas Bangunan. Lebih lanjut, baik orang pribadi maupun badan tersebut secara nyata memiliki hal-hal berikut ini:

  • Mempunyai hak atas bumi
  • Memperoleh manfaat atas bumi
  • Memiliki bangunan
  • Menguasai bangunan
  • Memperoleh manfaat atas bangunan.

Sebagaimana yang disebutkan di atas, maka wajib pajak orang pribadi maupun badan yang memenuhi kategori tersebut, berkewajiban menyetorkan PBB-P2.

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan sebagai berikut:

  1. Tarif 0,01% (nol koma nol satu persen) untuk Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan/atau Bangunan kurang dari Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)
  2. Tarif 0,1% (nol koma satu persen) untuk Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan/atau Bangunan Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sampai dengan kurang dari Rp.2.000.000.000. (dua miliar rupiah)
  3. Tarif 0,2% (nol koma dua persen) untuk Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan/atau Bangunan Rp.2.000.000.000.- (dua miliar rupiah) sampai dengan kurang dari Rp.10.000.000.000.- (sepuluh miliar rupiah)
  4. Tarif 0,3% (nol koma tiga persen) untuk Nilai Jual Objek Pajak Tanah dan/atau Bangunan Rp.10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah) atau lebih.

Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini didasarkan pada Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP. Ini merupakan harga rata-rata atau harga pasar pada transaksi jual beli tanah yang dilakukan. Setiap tahunnya penetapan NJOP berubah sesuai dengan kebijakan Pemerintah.

Perlu diketahui, untuk dasar penetapan NJOP atas bumi didasarkan pada letak, pemanfaatan, peruntukan, dan kondisi lingkungannya. Sementara untuk dasar penetapan NJOP bangunan didasarkan pada bahan yang digunakan dalam bangunan. Kemudian rekayasa, letak, serta kondisi lingkungannya.

Besarnya pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak.

Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender dan Saat yang menentukan pajak terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari.

  1. Pendataan dilakukan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
  2. SPOP diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani dan disampaikan kepada Kepala Dinas Pelayanan Pajak, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak.
  1. Berdasarkan SPOP, Gubernur menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
  2. Gubernur dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) dalam hal-hal sebagai berikut:
  • apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah Wajib Pajak ditegur secara tertulis oleh Gubernur sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran
  • apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak.
  1. Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dilarang diborongkan
  2. Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak terutang berdasarkan SPPT atau SKPD yang ditetapkan oleh Gubernur
  3. Pembayaran Pajak yang terutang dalam SPPT atau SKPD dilakukan dengan menggunakan SSPD.
  1. Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
  2. Pajak yang terhutang berdasarkan SKPD yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
  3. Gubernur atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan.
  4. Pajak yang terutang dibayar ke Bank Pemerintah, Bank Daerah, Unit Pelayanan Perbendaharaan Daerah – BPKD, Bank Swasta atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Gubernur.
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Gubernur.

Nah itu tadi penjelasan lengkap mengenai pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan (PBB-P2), dari penjelasan tersebut di jelaskan dari devinisi hingga pembayaran dan pelaporan, semoga artikel ini dapat bermaanfaat bagi masyarakat DKI Jakarta khususnya Wajib Pajak karena Sudah menjadi kewajiban bagi warga negara yang baik untuk melaksanakan kewajiban pajak dengan baik.