Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) terus mendorong transformasi digital dalam pengelolaan pajak, termasuk pada aspek penagihan. Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban pembayaran tepat waktu (menunggak) perlu diupayakan proses penagihan secara law enforcement yaitu dengan Upaya Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP). Upaya ini telah diatur pada Surat Keputusan Kepala Badan Nomor 255 tahun 2024 . Pencatatan Upaya penagihan ini didokumentasikan secara elektronik dengan pelibatan mulai dari petugas di level Unit Pelayanan Pemungutan Pajak Daerah, petugas Kantor Suku Badan Pendapatan Daerah sampai dengan Juru Sita Pajak dimana proses tersebut dapat dimonitoring secara realtime oleh Kepala Badan. Langkah ini menjadi bagian dari strategi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta penegakan hukum yang lebih terstruktur dan transparan terhadap wajib pajak yang menunggak.
Semenjak bulan Maret 2024, Upaya PPSP sudah
terfasilitasi secara daring pada aplikasi pajak daerah, Bapenda DKI Jakarta
telah mengembangkan sistem digital penagihan pajak dengan surat paksa, yaitu
salah satu fitur penagihan yang memungkinkan proses penerbitan, penyampaian,
hingga pemantauan surat himbauan yang ditindaklanjuti sampai dengan surat paksa
sampai dengan pembayaran kewajiban oleh penunggak pajak.
Pengadministrasian secara digital atas Upaya
penagihan dengan Surat paksa memungkinkan efisiensi waktu dan biaya. Proses
yang sebelumnya memerlukan pendokumentasin secara manual yang berpotensi hilang
atau rusak kini semua terekam secara elektronik pada server yang terjaga
keamanannya dan dapat dipantau progresnya secara daring oleh petugas maupun
pimpinan.
Secara umum urutan Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa ini terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu ; penerbitan surat himbauan, pemasangan stiker/ plang penunggak pajak, usulan PPSPdari UPPPD ke Suku Badan, penerbitan surat teguran, Pembacaan surat paksa dan proses penyitaan.
Implementasi
sistem digital penagihan dengan surat paksa menunjukkan hasil positif.
Berdasarkan data Bapenda DKI, sejak tahun 2024 telah terbit surat teguran sebanyak
1.289 surat dengan pencairan tunggakan sebesar Rp. 384.084. 696.108. Selain
itu, tingkat respon wajib pajak terhadap surat paksa meningkat karena kemudahan
akses informasi serta kepastian proses hukum.
“Kini tidak ada
lagi alasan tidak tahu atau belum menerima surat. Semua proses transparan dan
terdokumentasi, sehingga wajib pajak lebih cepat merespons,” tambah Sri
Haryati.
Selain itu, potensi
manipulasi atau intervensi dalam proses penagihan juga semakin kecil karena
semua tahapan terdigitalisasi dan tercatat secara sistematis.
Dengan adanya pengembangan secara elektronik pada
proses ini, Pemprov DKI Jakarta berharap sistem digital penagihan dengan surat
paksa dapat terus dimanfaatkan serta menjadi contoh untuk provinsi yang memiliki
tantangan serupa dalam penegakan hukum perpajakan. Selain itu, Pemprov DKI
Jakarta pun mendorong peningkatan literasi pajak digital kepada masyarakat dan
pelaku usaha agar semakin banyak wajib pajak yang memahami hak dan kewajibannya
secara mandiri. Sistem tidak hanya dijadikan sebagai alat penegakan, tetapi
juga sarana edukasi dan transparansi. Wajib pajak yang taat akan merasa lebih
dihargai, sementara yang menunggak akan terus ditagih hingga kewajiban
perpajakan terpenuhi.
Digitalisasi penagihan pajak dengan surat
paksa menjadi bukti nyata bahwa teknologi dapat mendukung penegakan hukum
fiskal yang lebih efektif, adil, dan modern di era transformasi digital saat
ini.